Minggu, 07 April 2013

monolog MINPI



Monolog
MIMPI
Karya Ary Wib

Malam hari, disuatu tempat, berantakan, kertas-kertas berserakan, beberapa gelas dan botol-botol juga menghiasi ruang tersebut hingga menampakkan sebuah pemandangan artistik yang aneh, berserakan – seperti sengaja dihambur-hamburkan atau sengaja di letakkan seperti itu. Kisah ini dilatarbelakangi oleh seorang laki-laki, dia masih muda yang jelas-jelas baru memulai hidupnya. Mungkin dia sedang gelisah, atau memang gelisah. Lampu menyala nampak laki-laki itu sedang menyalakan rokok, menghisap sekali, lalu mematikannya, lalu menyalakan lagi, dan mematikan lagi begitu seterusnya sampai sisa rokok habis dan dia tak bisa menyalakan kembali. Kemudian tangannya menggapai sebuah kertas, didalamnya tertulis kata-kata, kemudian ia membacanya.
Aku tulis kata-kata ini dengan tenaga yang ku miliki
Aku tak bisa membiarkan diri ini selalu dihantam mimpi-mimpi
Yang entah akan terjadi atau tidak
Dengan perih aku menulis, sepenuhnya hanya tentang mimpi-mimpi
Mimpi-mimpi yang tentu saja membutakanku....
Setelah dibacanya, kemudian dia membacanya kembali, berkali-kali sampai tempo membaca yang cepat, kemudian dia tertawa sedih dan secara taksadar mengeluarkan air mata dari kelopak matanya, dan selembar kertas itu dibakar, kemudian dikumpulkan kertas-kertas yang lain untuk dibakar juga, sehingga panggung adalah ruang laki-laki dengan tumpukan-tumpukan kertas yang dibakarnya... cahaya lampu meredup selama kertas tersebut menyala dengan api yang cukup besar.  Laki-laki itu menari-nari, diantara kertas-kertas yang terbakar. Setelah kertas-kertas tersebut habis dibakar.. dia menggapai abu dari kertas-kertas tersebut lalu menghambur-hamburkannya sehingga memenuhi seluruh panggung, nampak setting yang lebih aneh lagi dari sebelumnya. Dan....
Aku menari-nari diatas mimpi-mimpiku, aku menangis diatas mimpi-mimpiku, aku tertawa diatas mimpi-mimpiku. Dan sekarang semua telah menjadi debu... semua menjadi debu.. kuinjak-injak hingga sakit terasa pada mimpi-mimpiku yang selama ini melemparkanku pada kenistaan. Tidak aku hanya bermimpi.,. aku akan bangun dari kenistaan, atau bahkan aku akan terhanyut oleh nya... tidak-tidak... sebelumnya kau perlu tahu, aku tak seperti yang kau bayangkan, aku bukan orang yang tak pandai bersyukur, dan aku bukan orang yang menyesal atas pilihan yang aku terima hari ini. Aku berada disini juga bukan karenamu, aku disinipun bukan karena siapa-siapa, aku disini adalah karenaku sendiri, aku yang menjadi momok kehadiranku disini yang mungkin tak kau harapkan.
Mimpi, mimpi itulah yang membuatku berada disini, tempat ini yang telah aku jadikan istanaku, istana ketidakpuasan sejak monolog ini dimulai. Aku sering bermimpi, bahkan aku tak lupa sedikitpun untuk menuliskan mimpiku dalam buku catatanku, sejak kecil aku adalah pemimpi, pembual kelas kakap, tapi apa salahnya orang bermimpi, tidak kan... ? kumulai mimpi kecil saat itu, saat aku sedang bermain dengan ponakannku, aku menyembunyikan sepatu boneka barbienya didalam tempat battere mobil-mobilan, saat itu aku bermimpi ingin membeuat boneka dan kubuat sepatunya sebanyak mungkin dan kemudian kuganti fungsi battre untuk mobil-mobilan agar battre tidak dijual lagi, karena aku resah saat melihat ayahku yang hendak pergi kesawah harus membeli battre dulu di warung sebelah untuk senternya, senter yang boros battre, tapi bukan masalah battre aku bermimpi, tapi karena kenapa harus aku yang disuruh membeli battre ke warung sebelah, yang mana letak warung itu harus menyeberang jalan, umurku kala itu kalau tidak salah masih 7 tahun, padahal didalam rumah, ada kakakku yang saat itu sudah menginjak kelas 4 Sekolah Dasar. Kenapa mesti aku.... maka dari itu aku bermimpi ingin menjadi pembuat boneka, dan kubuat sepatunya sebanyak-banyaknya.
Itu mimpi kecilku, benar-benar bodoh, sangat bodoh kala itu. Mengapa aku harus memiliki mimpi sebodoh itu,
Laki-laki itu menggapai botol dan gelas, botol tersebut bukan botol minuman keras, botol air minum biasa..  dia minum air terakhir dari botol itu kemudian memuntahkanya, memuntahkan sampai tetes terakhir, sehingga ditempatnya duduk menjadi basah...
Saat beranjak sekolah berbeda lagi, dan mungkin ini lebih bodoh, saat aku sedang tidak bermain dengan teman-temanku, aku memang tidak punya teman kala itu, karena hari-hariku, kuhabiskan didalam kamar, disekolah, dikelas dan di rumah dokter langgananku, karena saat aku sedang banyak mengalami sakit asma... saat itu aku merasa jenuh harus dikamar terus, akhirnya akupergi kedapur mengambil rantang, kau tau rantang, biasa yang biasa di gunakan oleh para ibu-ibu untuk meletakkan beberapa bumbu-bumbu dapur. Dan aku langsung berlari menuju belakang rumah, aku takut ketahuan ayahku. Bisa-bisa ku dibuat memar olehnya karena aku pergi bermain. Aku lari ke empang-empang diatara kebun-kebun tebu yang ada dibelakang rumah, aku masuk dalam empang itu, kutangkap beberapa udang-udang tawar dan ikan wader kecil didalam empang itu. Aku habiskan waktu sampai senja di empang itu, dengan mengumpulkan udang-udang tawar kecil dan ikan wader itu. Lalu kubawanya pulang kerumah kemudia kulepaskan di ember yang kuberikan air . dan saat itu aku dihadang oleh ibuku, aku kena semprot, yang inilah, yang itulah alasan yang keluar dari mulut ibuku, aku tak mendengarkannya, aku masih memperhatikan ikan-ikanku dan udang-udangku di ember. Saat itu sontak aku berkata pada ibu, “ bu aku hanya ingin memelihara ikan dan udang yang ada di empang belakang rumah, aku prihatin karena mereka susah mencari makan jika hidup disana” itulah yang aku katakan, itu juga pun menjadi mimpiku kala itu, sungguh aneh dan bodoh sekali, sudah jelas jika ikan dan udang tidak bisa hidup di air yang tenang.. tapi aku bangga memiliki mimpi itu kala itu, karena aku menganggap diriku sendiri sebagai pecinta hewan dan penyanyang hewan.. sungguh aku rasa ini benar-benar mimpi yang aneh,,,
Tertawa terpingkal-pingkal karena cerita yang dia katakan tadi.. mulailah laki-laki itu dengan keanehannya lagi, dia berputar-putar, berputar mengelilingi ruang yang dia buat sendiri semakin cepat dia berputar, berlari dan kemudian dia tersungkur dilantai.
Menginjak remaja mimpiku semakin kabur—abstrak semakin tidak jelas saja, mungkin karena aku sekolah di kecamatan, karena budaya yang berbeda, aku menemukan teman-teman baru, dan dari sanalah aku mulai belajar merokok, aku berangan-angan jika aku merokok aku akan diperhatikan oleh wanita-wanita cantik disekolahku. Aku memiliki mimpi lebih banyak dari sebelumnya, dari mulai aku ingin punya motor antik yang kemudia akan kugunakan untuk membonceng pacar pertamaku, kemudian bermimpi memiliki mobil karena aku saat itu ditolak wanita yang lebih memilih orang yang tiap hari dengan mobil taft nya.. sampai akhirnya aku bermimpi ingin menjadi jagoan di sekolahku itu. Semua bersumber dari masalah wanita, aku ingin menggaet wanita tercantik disekolahku, sampai akhirnya aku sering mengambil uang di toko ibuku, untuk sekedar mentraktir wanitaku bersama teman-temannya di kedai jus langganannya. Hingga aku ketahuan ibuku, karena sebelumnya ibu sudah curiga akan gerak-gerikku saat berada di toko. Habis babak belur aku dihukumnya, dan yang lebih memealukan lagi, aku harus diatar jembut oleh ibuku sendiri, berangkat dan pulang sekolah, itu membuatku jatuh, benar-benar remuk mukaku ini saat menjadi bahan tertawaan teman-temanku. Saat itu aku berkeyakinan untuk tak pernah bermimpi lagi, aku menyesal bermimpi terlalu tinggi, jika sudah jatuh itu sakit sekali.
Kemudian tertawa kembali laki-laki tersebut..  kali ini dia ahanya tertawa.
Wanita-wanita-wanita-wanita... itu masalahnya.. saat aku SMA pun aku diracuni perasaan yang sangat menjatuhkanku semakin terpuruk, tak punya mimpi barang sesaat. Aku dibumbui asmara dan dimasak dalam panci terbesar diatas bara api yang sangat panas. Aku suka pada wanita, sampai aku rela setiap malam memimpikannya, meimikirkannya bahkan memanggil namanya. Itulah hal bodoh yang kulakukan sampau aku beranjak dewasa. Aku memimpikan akan menjadi suami wanita idamanku saat SMA, aku akan bahagiakan dia dengan harta berlimpah, dan sialnya lagi aku mulai bermimpi kembali, bermimpi hingga aku beranjak kuliah, tapi... saat aku kuliah aku menyadari, bahwa mimpi itu mudah, dan menggapainya itu susah. Aku harus mengarungi samudra, mendaki gunung, lewati lembah bahkan yang menjadi taruhannya adalah nyawaku sendiri. Itu yang aku sadari, akhirnya aku menemukan dunia baru di kursi kampus, aku menggelutinya, kusayang dia, ku belai-belai, kuimpi-impikan hingga aku menemukan mimpi baru, walau mimpi sebelumnya belum juga terlaksana, belum terealisasi. Aku bermimpi aku akan bahagia dengan duniaku yang kugeluti sekarang... yah.,... kalian tahu apa itu... ya... seperti saat ini, aku berada disini dan sedang melakukan apa... itulah mimpiku.... menjadi yang terhebat diantara orang-orang hebat disekitarku, tapi ada suatu hal yang membunuh nuraniku seketika,, kalian tahu? ... yaitu, aku tak pernah menyadari kalau otakku ini tak mampu, otakku ini standart, aku tidak menyadari kalau aku ini pembual, aku ini pemimpi, pemalas dan banyaklah yang membuatku kembali terjatuh sampai sekarang, aku meratapi kenistaanku, aku meratapi keterpurukan ini, mungkin kalian berpikir aku masih muda, masih panjang jalan hidupku, tapi menurutku berbeda, aku sudah terjatuh kembali, terjatuh dan terjatuh, yang sakitnya semakin sakit, dari aku kehilangan wanitaku, kehilangan semua, teman dan lain sebagainya...
tapi satu,.... aku tak pernah kehilangan sang sutradara dan penulis monolog  ini, dia memberiku surat, sampai sekarang aku belum membacanya, aku ingin membacakannya didepan kalian.
mengeluarkan selembar surat, kertas yang dilipat-lipat. Dan membacanya....  
Gapailah mimpi-mimpi karena mimpi itu gratis, tidak perlu membayar
Raihlah yang kamu inginkan, jangan pernah putus asa dan menghakimi sendiri
Karena yang berhak menghakimi adalah aku, aku pengarang monolog ini,
Sesungguhnya jalan yang ditentukan itu tak pernah mulus...
Hadapi dengan sabar dan banyak bersyukur...

Laki-laki tersebut tertegun , lalu dia berjalan mengitari ruang kemudian mengumpulkan abu-abu kertas itu menjadi satu tumpukan juga dengan botol-botol dan gelas-gelas yang berserakan tadi. Menjadi tumpukan yang menggunung. Dan lantai sekitar menjadi bersih. Kemudian lampu fade out... perlahan musik mengalun merdu....

                                                                                    ‘Terinspirasi dari kisah lebay penulis’
Jember, 06 April 2013