Minggu, 31 Maret 2013

serigala



Hening tiba-tiba pecah di paruh malam. Lembut silir angin menguap, berganti lolong panjang mulut binatang. Seekor mahluk jantan berjingkat, meniup gaduh ke tiap sudut mata angin. Suara parau beraduk udara, tersembul keluar dari lubang  kerongkongan. Bunyi nya terdengar sungguh kasar, tajam dan gahar. Ranting-ranting tipis, lebat dedaunan, seolah dipaksa bergetar karnanya. Lolong  nan menghujam, kini bukan lagi dendang rutin di larut nan pekat. Malam ini, jerit serigala seumpama baris senandung perih yang digarami murka. Syahdan, dua hari telah lewat. Pengelanaan menyusur lebatnya belukar, tiba sudah di ujung cemasnya pencarian. Derap kaki serigala hutan, memungut jawab diantara rimbun ilalang. Di bibir jurang, seonggok tubuh terkapar, menyebar pilu beraroma nestapa. Tubuh yang tercabik, terpisah dalam potongan daging yang berserak. Sosok tergeletak tanpa nyawa, bersimbah darah, tiada lain, dialah bangkai Sang Betina tercinta.
“Kesini kau, Anakku!”
Perintah memekik, serigala cilik bergegas meninggalkan pohon jati. Berteman gerak yang kelewat hati-hati, ia ayunkan langkah.
“Jangan sedetik pun kau palingkan wajah. Lihatlah ini, dia Ibu mu!”
Keterkejutan seketika berarak, gundah menyembur, membuncah liar. Bangkai ibunda yang terkoyak, meredupkan sejumput nyali. Kesedihan pun tak kuasa lagi dibelenggu, serigala kecil segera berdiri di depan gerbang isak tangis. Tajam bola matanya perlahan sirna, tertangkap mulai mengembun.
“Jangan kau coba-coba meneteskan airmata!”
“Ijinkan aku bersedih atas kematian Ibu.”
Tuntas melafalkan ucapan, moncong serigala kecil bergeser, mengendus-endus serpihan bangkai ibunya.
“Tidak, Anakku! Kau tak akan pernah kuijinkan bersedih!”
Perintah sekalilagi meluncur, terdengar menghentak, bagai menombak telinga. Serigala kecil sontak menoleh. Dalam pelukan duka ia menatap raut muka sang ayah.
“Anakku, kita adalah bangsa serigala. Bangsa serigala tak serupa kumpulan domba. Sejarah bangsa ini adalah buku tebal tentang legenda pemangsa. Nenek moyangmu yang gilang-gemilang itu, menulis selangit kejayaan dengan darah dan taring! Bukan bersama tetes airmata atau beribu sedu-sedan! Anakku, camkan benar kata-kata Ayahmu ini: Bangsa pemburu, dimana pun ia berada, tak akan sudi mengenal kosakata airmata! Kau mengerti?”
Serigala kecil tersihir. Kalimat demi kalimat yang melesat dari bibir Ayahnya, terdengar laksana cambuk yang menghajar duka. Dalam sekejap rasa sedih serasa memudar. Gundah dan pilu sirna, melejit jauh ke tanah antah berantah. Sebagai gantinya, segunung amarah datang menggelegar. Benih angkara murka mekar, bergolak di ladang dendam dan pembalasan.
“Siapa gerangan  yang melakukan ini, Ayah?”
Serigala tua menggeser tubuh, merangkak pelan. Batang hidungnya diarahkan ke sisa-sisa daging dan tulang yang berserakan.
“Melihat irisan luka, mencium bekas liur, serta bagian daging yang tersisa, pasti ini kelakuan mereka! Ibumu tewas sebagai karya biadab bangsa singa!”
 “Kenapa mereka membunuh Ibu? Bukannya di tempat ini masih tersedia ratusan rusa? Tak kurang-kurang hamparan satwa yang siap disantap!?”,tanya lirih serigala kecil.
“Dirimu masih terlalu muda untuk mengerti. Ini hutan, Anakku!”

******

Hari, pekan, bulan, dan tahun. Waktu pun berlari maju. Serigala kecil sudah beranjak dewasa. Berbarengan dengan itu, otot-otot tubuhnya terus tumbuh, kuat dan membesar. Taring dan gigi tampak bersinar, berkilatan teramat tajam. Tak kecuali sepak terjangnya nan ganas, hari ke hari semakin tak terkendali, mengguncang seantero hutan. Serigala yang dahulu pemalu itu, kini berubah jadi salah satu mahluk paling mematikan yang pernah hadir dalam sejarah panjang satwa hutan.  Sampai tiba di suatu malam, serigala tua memanggilnya, mengajak berbincang-bincang.
“Anakku, kudengar, kau baru saja memangsa serombongan rusa. Kuharap kali ini jumlahnya tak kurang dari selusin!”
Baru jua kalimat berakhir, belum sempurna serigala tua menutup mulut, tiba-tiba kegaduhan meletup. Anak serigala melepas jerit keras, bermaksud mencakar malam yang teramat senyap. Puas menuntaskan lolongannya, sambil memamerkan gigi-gigi yang berlumuran darah, ia berucap,
“Sekumpulan rusa? Ayah tidak sedang membanyol kan?”, anak serigala sesaat bersungut-sungut.
“Belantara serupa guru, darinya aku selalu belajar. Hal terpenting yang ku pahami, bila bermimpi jadi legenda pemangsa, wajiblah kiranya kita menaikkan derajat korban. Pemangsa sejati adalah pemangsa yang sanggup mendaki. Pemangsa sejati tak akan berhenti mengejar perkelahian yang berarti. Jadi salah besar bila sampai hari ini kau tetap saja menyebut nama rusa. Petang tadi, tiga ekor banteng telah kupaksa menjemput ajal!”
“Menakjubkan! Tak sia-sia aku memiliki keturunan sepertimu. Ucapanmu, bukanlah sekaranjang bualan, ia argumen kuat penuh bukti. Dan bercecernya darah para korban adalah dalil shahih yang tangguh.”
 Pujian dihibahkan, anak serigala tak ragu memamerkan raut kebanggaan.
“Namun Anakku, sebanyak apa banteng yang kelak sanggup kau taklukan, semua itu tak banyak berarti. Filosofi mu tentang legenda pemangsa tadi, belum akan jadi sempurna karenanya.”
Lanjutan kata yang terucap, seketika menyulap wajah anak serigala. Mimik mukanya tersambar rasa kaget. Lalu tanpa ragu ia pun bertanya.
“Apa maksud, Ayah? Lihatlah! Anakmu sudah tumbuh menjadi seekor punggawa. Otot dan terjanganku telah pula diamalkan sebagaimana mustinya. Bukankah lanjutan adi sejarah yang cemerlang dari bangsa kita, jelas menjejak di ujung taringku ini!?”
Serigala tua tak langsung menanggapi. Sambil menatap purnama, ia beranjak dari letak duduk.
“Coba kau hitung, berapa jumlah serigala yang menerima kepemimpinan mu?”
“Tak perlu disangsikan. Tanyakan ke seluruh serigala hutan, aku lah satu-satunya tuan mereka!”, pungkas anak serigala dengan garis bibir yang congkak.
“Bagus! Itu berarti saat berperang telah tiba!”
“Berperang?”
“Bodoh! Kau sendiri yang tadi bilang! Pemangsa sejati adalah pemangsa yang sanggup mendaki. Lalu apa yang mengganjal di kepalamu itu? Sampai-sampai kau tak ingat, hutang darah Ibu mu belum pula terbayar! Dan apakah kau fikir, nenek moyang kita benar-benar gilang-gemilang? tiada tertandingi? Begitu? Sama sekali tidak, Anakku! Sepanjang bangsa singa belum lenyap, sepanjang itu pula serigala tak akan bisa menjadi raja!”
“Oh, maafkan aku. Jika ini soal dendam dan kekuasaan, lalu pesan apa yang hendak kau sampaikan?”, anak serigala kembali menyahut.
“Perang bukanlah kisah satu jaman. Tiap-tiap angkatan tak patah berperang. Sayangnya, sampai diriku menua, bangsa ini belum jua meraih kemenangan. Sejak berabad-abad lampau, bangsa singa adalah bangsa yang kuat. Angkatan jamanmu harus mengerti benar itu!”
“Kalau begitu kehebatan dan keganasanku sama-sekali belum cukup?”
“Tepat! Kau dan serdadu-serdadumu harus belajar dari pengalaman. Kemenangan tak seperti setangkai bunga, yang dapat dipetik dengan sekali berkedip. Maka, sebelum genderang  perang kembali ditabuh, kalian musti berguru!”
“Berguru?”
Sambil memamerkan wajah bengis, serigala tua menyambut pertanyaan puteranya,  membeberkan penjelasan.
“Mengalahkan bangsa singa tak cukup mengandalkan otot dan taring. Menaklukan mereka tak bisa melalui pertempuran tradisional. Paham dan cara lama itu, terbukti berulang menjerumuskan kita dalam jurang kekalahan. Karnanya, kita wajib membekali diri dengan pengetahuan baru. Untuk menang, kita musti menggunakan kelicikan, kebohongan, ketamakan, kemunafikan, memadukannya dengan kekejian yang luar biasa.”, terang serigala tua.
“Kelicikan, kebohongan, ketamakan dan kemunafikan. Apa arti semua itu? Baru kali pertama aku mendengarnya”, anak serigala tanpa malu menunjukkan tampang tolol.
“Aku pun tak begitu paham. Justru karena itu, aku memintamu mencari tau dan berguru.”
“Kemana aku musti belajar? Siapakah gerangan mahaguru penyimpan sebongkah kedigdayaan macam itu?”
Serigala tua mencoba mengatur sikap. Sebentar ia mengayunkan kaki ke belakang. Sambil melesatkan tatapan tajam, sekalilagi mulutnya menganga.
“Kudengar mahaguru itu memiliki berjibun kebengisan nan akbar. Kebengisannya itu, sungguh tiada terbilang. Berlipat-lipat lebih keji dari seluruh binatang hutan. Mereka bisa membinasakan apa saja. Mereka demikian rakus, demikian menipu, demikian palsu, demikian culas, demikian licik, demikian curang, demikian khianat, demikian tak tau malu, demikian…..”
“Tak perlu diulang-ulang. Cepat katakan siapa dia! Sebutkan nama binatang itu! Aku sangat ingin berguru kepadanya!”,dibimbing rasa penasaran yang dalam, anak serigala memotong ucapan ayahnya.
Serigala tua mendekat. Tak lama berselang, ia berbisik ke telinga anaknya.
“Informasi ini sangat berharga, Anakku. Pastikan kau dapat menjaga kerahasiaannya.”
Anak serigala mengangguk, sadar benar akan maksud ayahnya.
“Anakku tercinta, kepada siapa kita harus belajar perihal kekejian busuk nan menipu. Kepada siapa kita bisa berguru tentang kelicikan, keculasan dan seluruh kebejatan yang paling menjijikkan? Tak lain dan tak bukan….”, serigala tua kembali mengatur nafas.
“Kepada jenis tertentu dari binatang bernama manusia! Mereka lah sang mahaguru!”
Raut muka anak serigala tampak berbinar. Sejagad keyakinan melompat-lompat dalam benaknya.
“Anak Jantan ku. Tidak kah kau pernah mendengar sebaris pepatah: “Bagaikan Manusia Berbulu Domba?!” Bahkan seorang filsuf tersohor pun sempat berfatwa: “Serigala adalah manusia bagi serigala yang lainnya”. Itulah titik tertinggi yang musti kita capai!”

*****

            Gedung Sekolah Dasar, pada tepian kawasan terpencil. Kumpulan bocah berseragam kumal, duduk berbanjar di kursi tua nan lapuk. Bersama meja belajar yang rapuh,  para belia berniat menuntut ilmu. Ruang kelas yang dihuni memang terlihat begitu pengap. Temboknya  retak, cat terkelupas disana-sini, begitu pula gentingnya, bocor dimana-mana, tak henti meneteskan air hujan. Namun, semua kekacauan yang berjibun, tak sedikt pun menyurutkan sejumput tekad, dari ibu guru berparas ayu. Perempuan berambut ikal, terlukis memeluk keteguhan hati, berkobar dalam semangat mengajar.
Jumat pagi, kala pelajaran Etika Moral dimulai.
            “Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang paling mulia. Tuhan Yang Maha Pengasih, mengkaruniai manusia dengan akal. Dari akalnya, manusia dapat mengembangkan fikiran. Hingga manusia sanggup memisahkan kebenaran dengan kebatilan. Tak sebatas itu, manusia juga dianugerahi Tuhan dengan hati nurani, sifat kasih dan nilai-nilai kemanusiaan. Anak-anak, semua itu lah yang membedakan manusia dengan binatang. Betul apa tidak?”
            Bocah seisi ruangan kompak menimpali:
            “Betul, Ibu Guruuuuuuu. Manusia berbeda dengan binataaaaaang….”
            Mendengar jawab para bocah, Ibu Guru kontan tersenyum. Tak lama berselang ia letakkan tubuhnya di balik meja. Tangan lembut perempuan yang terkenal shalih di kampungnya tersebut, membuka laci kecil. Mengeluarkan amplop tebal berwarna cokelat. Sejenak dalam hati ia bergumam:
            “Murid-muridku, kalian masih teramat belia untuk mengerti. Sedihnya, kalian pun tak lebih dari anak petani miskin yang terbelakang. Sadarkah kalian? Kehidupan manusia adalah seganas-ganasnya hutan yang pernah ada! Tak terkecuali dengan nasib ibuku, mati karna tak ada biaya mengobati! Tak ada yang peduli, apalagi hendak bertanggung jawab!”
            Usai bergumam, jemari ibu guru membuka amplop cokelat. Berlembar rupiah berwarna merah tampak  tersusun begitu tebal. Senyum sang pengajar kembali mengembang, menatap tumpukan pecahan seratus ribu rupiah. Dana bantuan renovasi gedung sekolah dalam amplop cokelat, menggenapi laba bulanan dari penjualan paket buku yang dipaksakan. Pencurian dan pemerasan tuntas sudah dibagi-bagikan.
            Dan manusia jelas-jelas berbeda dengan binatang…..

(SELESAI)

Kisah Di Taman Bunga



KISAH DI TAMAN BUNGA
Karya Ary Wibowo

ADEGAN 1
Cerita ini terjadi ditaman  bunga, kupu-kupu, serta kumbang. Disaat pagi yang cerah terdapatlah beberapa pohon sebagai properti panggung. Dan masuk beberapa anak yang berpakaian bunga-bunga (melati, mawar, anggrek) bernyanyi dan menari.

Kami adalah bunga , bunga yang indah dan wangi
Tiap pagi aku menebar pesonaku
Dan kesejukan selalu menghampiriku
Dan kami selalu bahagia...
Ba....  Ha....  Gia...  Ba....  Ha....  Gia....  Ba....  Ha....  Gia....

1.        Bunga 1 : hei lihat mataharinya sudah tersenyum
2.        Bunga 2 : iya ya... tapi panas seperti ini...
3.        Bunga 3 : dan kita tetap bahagia kan....
4.        Bunga 1 : iya pasti dong...
5.        Bunga 2 : karena kita pohon bahagia.... hahahaha
6.        Bunga 3 : eh pelan-pelan dong... durimu menusukku... sakit tau....!
7.        Bunga 2 : iya maaf aku tidak sengaja...
8.        Bunga 3 : maaf-maaf sakit tau....
9.        Bunga 1 : sudah-sudah kita tidak boleh bertengkar, karena kita adalah pohon yang baik hati,.,
10.    Bunga 3: iya deh...
11.    Bunga 1 : ayo berpelukan..
12.    Bunga 3 : tidak ah dia banyak durinya...
13.    Bunga 2 : iya maaf aku kan bunga mawar...
14.    Bunga 1 : iya iya salaman saja.... oke...!

Bunga 2 dan bunga 3 salaman, setelah mereka tersenyum kembali mereka membentuk sebuah formasi dan komposisi yang menunjukkan mereka sedang melakukan fotosintesa..

15.    Bunga 1,2 dan 3 : FOTOSINTESA.... FOO.... TOOO... SIN... TE,,,, SA..... 3X

Bunga-bunga tesebut menjadi baground dari cerita selanjutnya. Setelah beberapa saat muncullah beberapa anak-anak berkostum kupu-kupu dan kumbang datang menghampiri bunga-bunga yang telah melakukan fotosintesa. Bernyanyi.

Hari ini kami datang datang
Bersama kawanku kuhisap madu mu
Bersorak-sorak beramai-ramai
Hei hei hei

16.    Kupu-kupu 1 : hmmm rasanya enak sekali makanan kita hari ini
17.    Kupu-kupu 2 : iya tapi kurang banyak.’
18.    Kupu-kupu 1 : dasar kamu saja yang serakah, makanmu banyak tapi badanmu kurus...
19.    Kupu-kupu 2 : tapi aku lebih pandai dari pada kamu
20.    Kupu-kupu 1 : tapi aku tak takut padamu...

Tiba-tiba kumbang datang menghampiri kupu-kupu dan bernyanyi bersama menengangi pertengkaran mereka.

Kumbang-kumbang datang...
Kumbang datang untuk makan..
Kumbang datang menyelimuti pagi
Berteriak hei hei itu dia makananku
Bersorak hore untuk mereka yang sebelumnya berada disini....’

21.    Kumbang 1 : hari ini aku ingin menghisap bunga itu sampai ku merasa kenyang
22.    Kumbang 2 : dasar kau rakus sekali..
23.    Kumbang 1 : biar yang penting aku tumbuh besar dan bahagia...
24.    Kumbang 2 : bahagia sih bahagia, temanmu ini ya di beri sisa sari madu bunganya... aku kan juga ingin tumbuh besar seperti kamu..
25.    Kumbang 1 : eh liat itu ada kupu-kupu, mereka telah mendahului kita...
26.    Kumbang 2 : hm iya... ayo kita sengat dengan sengatan kita yang mematikan ini..,
27.    Kumbang 1 : tunggu-tunggu tampaknya mereka ketakutan deh.. bagaimana kalau kita kerjai saja...?
28.    Kumbang 2: bagaimana tapi..?
29.    Kumbang 1 : (berbisik ke kumbang 2.) hm bagaimana siap..?

Mereka kumbang merencanakan ide jahat yaitu memberikan serbuk tidur yang mereka dapat dari kebun sebelah...

30.    Kumbang 1 : hai... kupu-kupu kamu sedang makan ya?
31.    Kupu-kupu 1: mau ngapain kamu... ada apa tanya-tanya...? (sok berani)
32.    Kumbang 2 : idiih sok berani ni kupu-kupu unyuk-unyuk... nanti kamu aku kenalin dengan ceribelle biar tambah unyuk-unyuk... hehehehe
33.    Kupu-kupu 2 : terus Masalah buat loh....!
34.    Kumbang 1 : masalah bangeeeeet...! heh kupu-kupu yang cibi-cibi aku tak akan jahat sama kalian, begini aku punya makanan enak kudapatkan dari kebun sebelah. Aku kan baik hati dan aku ingin memberikannya padamu... bagaimana? Mau tidak..?
35.    Kupu-kupu 1: tidak kamu pasti mau mengerjain kami... tidak
36.    Kumbang 2 : aduuuuuh capek deh....! masak aku harus Koproool dan bilang WOOOW gitu biar kamu percaya....
37.    Kumbang 1 : iya percaya deh ini aku sudah makan... rasanya enak.... tidak kala dengan sari madu yang kalian hisap dari bunga-bunga ini!
38.    Kupu-kupu 1&2 : iya deh kita coba.... (lalu kupu-kupu memakan serbuk tidur yang dibawa oleh kumbang tadi)
39.    Kumbang 2 : bagai mana rasanya kupu-kupu...HEHEHE
40.    Kumbang 1 : enak kan....?
41.    Kupu-kupu 1 : kok aku ngantuk sekali yah....
42.    Kupu-kupu 2 : iya aku juga
43.    Kumbang1 & 2 : hehehe iyah mungkin kalian terlalu banyak makan... mangkanya jangan rakus... tu kan jadi ngantuk

Dan kupu-kupu pun tertidur pulas di taman bunga... para kumbang sangat senang dan bersorak bernyanyi menari sambil memakan sari madu yang ada disana...




Kumbang-kumbang Menyanyi dan Menari
Hai-hai lihatlah kami
Kami yang cerdik dan licik
Sangat mudah membodhi kupu-kupu
Cerdik – pintar itulah kami
Jangan sampai kalian terkena kecerdikan kami
Na nana na nana na  na na na na na 3x

 Kumbang-kumbang itu memakan sari madu sampai kenyang sehingga tak disangka mereka kekenyangan perutnya buncit karena makan terlalu banyak.

44.    Kumbang 1 : aduhhh Kenyang sekali ya...
45.    Kumbang 2 : iyah,,,, aduh perutku sampai jadi seperti ini.
46.    Kumbang 1 : iya malah seperti badut kita...
47.    Kumbang2 : haduhhh nanti para pejantan tak lagi melirik kita... kita kan kumbang sweeetyy
48.    Alias Imoeeet sekali...
49.    Kumbang 1 : haduh.... kamu ini masih saja sempat-sempatnya Narsih seperti itu.
50.    Kumbang 2 : iya dong.. Masalah Buat Loh... kita sebagai makhluk tuhan harus tetap eksis dong...
51.    Kumbang 1 : eh aku kok tiba-tiba jadi mengantuk begini yah...
52.    Kumbang 2 : ihhh kamu ini baru begitu saja sudah ngantuk..
53.    Kumbang 1 : iya beneran. Kakiku tak kuat lagi dibuat berdiri... aku duduk yah,,, (menguap panjang)
54.    Kumbang 2: ihhh iya sih aku juga seperti Lemes nggak bertenaga gitcu yah...
55.    Kumbang 1 : aku tidak kuat lagi deh... (merebahkan tubuhnya lalu ngorok)
56.    Kumbang 2 : idiiih ni kumbang jorok sekali memalukan martabat para kumbang ini...! eh tapi iya penonton (kepada penonton) aku juga mengantuk... ngantuk sekali ( menguap) (merebahkan badanya dan tertidur)

Kemudian bunga-bunga bangun dari fotosintesisnya,,,dan heran melihat kupu-kupu dan kumbang kok tumben tertidur di taman

57.    Bunga 1: eh kenapa kupu-kupu ini tertidur disini...
58.    Bunga 2 : oh aku tahu mereka habis di jahilin oleh kumbang-kumbang ini,,,,
59.    Bunga 3 : dan mereka pasti terkena batunya kan,,,,
60.    Bunga 1 : oh iya lihat mereka tertidur juga, karena makan sari madu kita kebanyakan... sampai badanku lemas semua karenanya.
61.    Bunga 2 : daaaasar kumbang memang selalu Usil...!
62.    Bunga 1 : kita bangunkan kupu-kupu yuk...
63.    Bunga 2 : kenapa biarkan saja... lagian untuk apa dibangunkan?
64.    Bunga 1 : eh kita tidak boleh seperti itu kepada sesama makhluk ciptaan tuhan... kita harus saling menolong satu sama lain..
65.    Bunga 3 : iya karena kita hidup bersama-sama ada manusia, ada kita bunga, pohon, kupu-kupu, kumbang, capung, gunung dan tumbuh-tumbuhan dan hewan lainnya...
66.    Bunga 2 : iya-iya aku juga ngerti, tapi bagaimana cara kita membangunkanya?
67.    Bunga 1 : Kita kan punya putik sari... kita gosok-gosokkan kemulut kupu-kupu ini maka akan bangun kupu-kupu ini, karena putik sari kita penangkal serbuk tidur... iya kan....!
68.    Bunga 3 : iya juga benar sekali kamu... kamu kecil-kecil begitu pintar juga ya....!
69.    Bunga 1 : ayo kita laksanakan,.... siap

 Bunga-bunga menyanyi lagi dan menari seolah-olah lagu tersebut adalah mantra untuk khasiat putik sari yang dimilikinya..

Ambil – ambil ambil sekarang
Putik sariku untuk kalian juga
Ambil – ambil ambil sekarang
Putik sariku berkhasiat sekali
Menyebuhkan segala racun
Menyehatkan badan dannnn
Dannn dannn
Membuat bersinnn... Hahahaha
Na na na na na na na na na na

Bunga –bunga itu menggosok-gosokan putik sarinya ke mulut kupu-kupu... dilakukannya berulang-ulang. Dan kupu-kupu terbangun dan bersin satu kali.. kupu-kupu itu bingung..

70.  Kupu-kupu 1 : tadi kenapa yah.... kok tiba-tiba aku mengantuk sekali
71.  Kupu-kupu 2 : iya aku juga kenapa yah... loh... ini kumbang kenapa mereka berbaring disini..
72.  Kupu-kupu 1 : oh aku tahu..! mereka pasti jahat pada kita.. serbuk tadi itu membuat kita tertidur...
73.  Kupu-kupu 2 : iya juga, pasti karena itu ! yah karena serbuk itu...
74.  Kupu-kupu 1 : mereka memang jahil yah,,,
75.  Kupu-kupu 2 : tau rasa mereka... hmm lebih baik kita tinggalkan mereka disini bgaimana...!
76.  Kupu-kupu 1 : iyah... ayo kita tinggalkan...

Kupu-kupu meninggalkan kumbang dan menari-nari dan bernyanyi keluar panggung.
 Bunga-bunga kembali bangun. Dan memikirkan bagaimana membangunkan kumbang-kumbang yang juga tertidur ...

77.  Bunga 1 : eh bagaimana cara membangunkan kumbang-kumbang ini
78.  Bunga 3 : ngapain kita memikirkan kumbang kumbang ini, mereka jahat kan kepada kupu-kupu
79.  Bunga 2 : iya yah.. lebih baik tinggalkan saja mereka biarkan mereka merasakan kenakalannya sendiri.. kapok kamu kumbang... hehehehe
80.  Bunga 1 : jangan seperti itu.. katanya kalian tadi, kita itu harus bersikap baik pada semua ciptaan tuhan,,,, jadi kita harus juga menolongnya.
81.  Bunga 2& 3 : iya juga yah... mari kita menolongnya....!

Tiba-tiba ada beberapa anak-anak datang, anak-anak tersebut sedang mencari kumbang untuk dibuat bermain.

Anak-anak bernyanyi menari
Aku ini anak merdeka yang tak punya tapi merasa gagah
Sebab kita selalu bersama, hidup senang bersama-sama
Kubawa-bawa mataharimu, kubagi-bagi rakyatku roti
Semua mendapatkannya..... Dan semua senang bersama-sama... 2x

82.  Anak 1 : hai kemana yah kita mencari kumbang-kumbang, sudah tidak tahan ini untuk bermain
83.  Anak 2 : kemana-mana lah... kita harusnya mendapatkannya..
84.  Anak3 : lah itu ada dua kumbang yang lucu-lucu dan unyuk-unyuk,...
85.  Anak 1 : unyuk-unyuk kayak ceribelle aja...
86.  Anak 3 : hahaha.... ayo kita ambil... (menuju kumbang, dan terheran melihat kumbang tersebut) tapi kenapa mereka kok tertidur pulas begitu,
87.  Anak 1 : oh aku tahu pasti karena mereka makan terlalu banyak dan kekenyangan dan tak kuat berdiri dan akhirnya tertidur deh..
88.  Anak 2 : memangnya itu kamu, kamu yang makannya banyak,,, lihat badanmu perut semua..
89.  Anak3 : hah sudah-sudah... ayo kita bawa kumbang-kumbang ini ketempat bermain...
90.  Anak1&1 : ayooo.....

Anak-anak bernyanyi dan menari tampak bahagia membawa kumbang yang mereka temukan,

Menyanyi bernari...
Aku ini anak merdeka yang tak punya tapi merasa gagah
Sebab kita selalu bersama, hidup senang bersama-sama
Kubawa-bawa mataharimu, kubagi-bagi rakyatku roti
Semua mendapatkannya..... Dan semua senang bersama-sama... 2x

Anak-anak dan bunga-bunga menyanyi dan menari bersama... memancarkan wajah bahagia.. dan para kumbang meronta-ronta karena diikat oleh anak-anak dengan balon-balon yang membuat kumbang tak bisa terbang.
SELESAI
                                                                                    Jember , 08 November 2012