Kamis, 14 Februari 2013

“Monolog” ORANG GALAU


kisah fiktif yang sengaja di Nyatakan
Oleh:  ary

Suatu malam diselimuti dinginnya kabut dari angkasa, terdapatlah seorang anak manusia yang hidup sendiri. Menjalani hidup dengan kesepiannya, menjalani hidup dengan kehampaannya. Berpikir siapa yang membuat semua itu. Disanalah monolog ini dimulai.
Setting adalah sebuah ruang yang hampa penuh dengan barang-barang bekas barang tak berguna, beberapa kotak begeletakan. di tengah panggung terdapat tali gantungan yang sengaja dia buat untuk menggantung dirinya sendiri.
Duduk pada pojok depan panggung sambil memunguti putung-putung rokok dari setumpuk sampah disekitarnya.
Dia adalah anak muda yang gagal dalam menggapai mimpinya...! bukan gagal dalam cinta..,.. karena cinta hanya sebatas didalam kolor. Sedangkan mimpi itu adalah cita-cita yang mulia untuk hidupnya yang akan datang.
Menyalakan rokok dan berfantasi dengan pikirannya.

Aku diam sendiri untuk merujuk sebuah kisah yang mungkin sudah usang sekarang untuk kuungkap, aku bertugas membuat manusia semakin galau menikmati sisa hidupnya, walau dalam keseharianku aku hidup normal apa adanya. Berjalan tak meniti jalan dan berjalan menikmati dingin malam dan panas hari.
Kisahku bermula saat aku telah putus asa akan mimpi-mimpiku, mimpi dari cita-cita menjadi egoistis untuk menciptakan sesuatu yang berharga untuk diriku sendiri. Menjalani kisah yang semakin hari semakin membisu terlelap dalam kelamnya malam terbuai dalam panasnya siang. Saat itulah aku merasakan ubun-ubunku tak mampu merasukkan hawa dingin, saat bulu kudukku tak mampu berdiri saat kurasakan dingin, saat aku tak mampu berkeringat lagi saat air dalam tubuhku selalu kutorehkan dalam tangisanku tiap hari untukmu. Itulah kenyataan yang pahit yang harus ku dera walau sakitnya melebihi dari apapun juga.

Berdiri menatap kedepan kosong yang kemudian dia mondar mandir seperti kebingungan dan berhenti pada tiang gantungan berbicara diantara tiang tersebut

Lagi-lagi ku teringat hari itu, hari selasa saat pertama aku bangun dari tidurku setelah beberapa lama aku tak henti-hentinya merengek-rengek memanggilmu, menjadikanmu dewa baru untukku menjadikanmu tuhan baru untukku. Sebenarnya aku ini bertanya-tanya untuk apa memikirkanmu. Untuk apa aku menidurimu dalam kelam kabut keabadian pada mimpiku. Sajak-sajak yang kutulispun tak berpengaruh akan penghargaan atas dirimu. Yang kau butuhkan hanya satu, Orang terdekat denganmu. Orang yang setiap hari bersamamu menemanimu dalam susah maupun bahagia. Itulah sebenarnya yang kamu inginkan. Dan kembali lagi kepada malam itu. Saat itu aku melihat sebercak cahaya seakan mau masuk melalui ruas-ruas jendela kamarku. Entahlah cahaya itu bertuliskan sesuatu tapi aku tak mampu untuk membacanya. Dan akhirnya aku menyadari dan mengetahui apa yang masuk ke dalam jendela kamarku.
Lagi-lagi bayanganmu yang busuk selalu menyertaiku, bayanganmu yang sudah tak kuhendaki terus datang menghampiriku. Datang menelusup bagai duri yang masuk kedalam kulit kakiku sangat sulit untuk ku keluarkan.  Kenapa kamu menjadi racun buatku. Beberapa hal itu yang selama ini kudera terus menerus menakutiku dalam malam dan siang yang biasa kulewati dengan keceriaan. Selama dua tahun ini aku rasakan yang berbeda.
Dan hari ini seperti biasa aku adalah orang terakhir yang berada disini, terakhir menikmati kegelisahan itu sendiri. Semua serba sendiri berjubel tanpa ada kawan disamping hanya mata hati yang tertutup saat ku inginkan sebuah kehadiran sosoknya dalam gelapku yang selalu menjadi embun dalam ruang-ruang  waktu yang membualkan. seperti tak ada lagi kisah selanjutnya aku merenung sendiri menikmati kenistaan yang sengaja ku buat sendiri. Sungguh ini merupakan cerita fiktif yang sengaja aku munculkan kedaratan dari ruang bawah sadarku kumunculkan secara nyata hingga merasuk dan mencaci tubuh dan relung hatiku sendiri.
Oh ya... aku pernah diberi sebuah nasehat oleh temanku yang mungkin sekarang aku suka. Dia bercerita padaku tentang kabarnya bahwa dia kehilangan atas segala satu-satunya yang bearti dalam hidupnya. Dia katakan aku bisa tabah atas semuanya yang terjadi padaku.! kenapa kamu tidak padahal seyogyanya kamu masih memilikinya secara lengkap.. yah... orang tuamu. Sejak itulah kata-katanya selalu ada dalam benakku walaupun perasaan atas ingatanmu sangat besar mengalahkan segalanya tapi aku masih mampu mengalahkannya
.
Menuju sebuah kotak dan ditumpuklah kotak-kotak itu menjadi sesuatu bentuk yang tinggi dan bisa untuk dinaiki
Naik ke kotak-kotak tersebut.
Sudahlah kenapa pikiran ini selalu tertuju padamu. Aku adalah binatang galau dari kumpulan bukan orang terbuang. Sendari dulu tak bisa kuhentikan tak bisa kutuliskan dalam secarik kertas yang mana mereka selalu menganggapku tak ada dengan keberadaannya. Aku manusia galau tapi bukan untuk galau. Aku manusia sendiri, hidup memakan diri untuk diri yang akan mati. Karena aku yakin tuhan itu ada. Tuhan menjanjikan jika hidup ini hanya sementara saja.
Sebenarnya aku tak mampu menghadirkan simbol dalam pertunjukan ini aku hanya mampu menghadirkan kegelisahanku. Kesetiaan dan pengabdian dibalas dengan luka yang memborok dalam sanubariku yang selalu menyertai hari-hari ku yang tak ku buat indah lagi karena kamu. Aku tak ingin hanya menyalakanmu karena ini adalah salahku sendiri aku benci dengan diriku sendiri yang begitu hina dalam keberadaannya.

Turun menatap keatas menangis seperti orang memanjatkan doa.

Kepada siapa aku harus meminta kepada siapa semua ini aku harus katakan jika kamu sengaja menutup telingamu untuk diriku. Apa yang kamu inginkan dariku. Dendammu karena aku yang tak pernah mempedulikanmu dulu karena mimpi-mimpi bertumpuk membentuk sebuah monumen instalasi yang membuat penampilannya menjadi artistik. Mimpi-mimpi yang bisa dikatakan masih absurd keberadaannya. Mimpi-mimpi jika ia dikumpulkan akan menjadi seribu kata-kata indah yang mengalahkan akata-kata indah dalam tulisan sang penyair. Mimpi-mimpi untuk mengumpulkan seribu burung kertas untuk menggapai suatu impian yang menjadikannya sebuah mitos legenda dari manusia. Bedebah.. mimpiku tak lebih dari sekumpulan sesuatu yang kutumpuk dalam karung menjadi busuk karena sengaja kubusukkan sendiri.
Oh.... Masih terus saja kamu menyelinap dalam pikiranku padahal aku sengaja memutar musik ini sampai genderang telingaku ingin pecah. Masih saja kau melukis wajahmu di mataku padahal mataku sengaja aku tatapan pada seberkas layar dan Masih saja kau tulisakan namamu saat aku sedang menulis kisah ini. Sebenarnya apa yang kau inginkan dariku atau aku menginginkan sesuatu darimu.

Duduk terlungkup menangis menjerit merasakan sakit sehingga membuatnya sesak,

Aku lagi-lagi merasakan sesuatu yang tak kuinginkan ini datang selalu menyerangku dalam kegelisahan yang sengaja kuciptakan. Ooooorrgg(kesakitan) berjalan untukku oh kekasih malamku aku membuntuhkan sentuhanmu untuk pengobat laraku ini. Aku cukup  setia untuk menunggumu sampai aku mati. Aku cukup tuk menjadi bangkai yang kemudian akan kau abaikan. Oh aku ingin berjalan menuju keabadian. Tuhan katakanlah apakah aku akan merasakan bahagia sepertinya. Apakah Kelak kegelisahanku ini akan berakhir. Aku tak kuat rasanya harus menanggung semua hanya untuk satu orang, satu orang yang tak pantas mendapatkan semuanya dariku. Tapi sengaja aku memikirkannya sengaja aku torehkan kedalam hati dan pikiran ini untuk menjadi kertas yang abadi yang tumbuh dalam kegelapan dengan tetes air mata sebagai pembangun rohnya.

Berdiri kembali menatap kedepan ke kiri panggung

Semoga kisaku tidak membuat pembaca dan pendengar semakin galau untuk mencaci memaki kisah yang tak sungguh-sungguh penting ini. Kisah ini hanya sesuatu dalam tubuh yang ingin kukeluarkan seperti TAI.. yang selalu kukeluarkan setiap hari. Dan sebenarnya kisah ini masih panjang mau kah kalian mendengarkanya..? (bertanya pada penonton)

Baik jika kau tak mau mendengarkan akan aku ceritakan satu kisah lagi untuk menutup cerita ini (menghidupkan rokok yang sempat terinjak olehnya di awal monolog). Ini kisah tentang keseharianku yang sengaja ku buat menjadi tidak nyaman. Dulu aku membuat semuanya seperti ini menempaktkan sesuatu pada kondisi yang teramat baik dan memang pantas untuk dijadikan pujian. Kulakukan satu persatu, tahap demi tahap kuinginkan dia berada di atas langit menggapai kejayaan yang luar biasa. Tapi sekarang aku berada ditempat itu merasa tak nyaman sendiri karena sesuatu itu yang sangat menggajal. Sesuatu itu membuat kondisi menjadi bobrok kembali. Aku bertanya kenapa kau lakukan, begini keadaan yang seharusnya...! kenapa kau lakukan itu mana wujud pengahargaanmu untukku.  Apa yang kalian inginkan? Apa?

Memandang kesisi kanan

Sesungguhnya saat aku berada pada tempat itu aku inginkan sebuah revolusi disegala lini yang menjadikanmu seuatu yang bergharga untuk dirimu sendiri. Ini untukmu bukan untukku. Apa susahnya kalian mempertahankan dan melestarikan budaya yang sudah lama sekali ingin kumunculkan kembali. Dan akhirnya saat aku berada disana aku menjadi Galau, aku di gelisakan oleh keadaan yang kubuat sendiri. Aku membuat otakku enggan berfikir jernih enggan untuk menuangkan ide kreatifku pada tulisan. Pada apa yang harus kuhantamkan hati dan pikiran ini yang selama ini membuatku buta. Buta sebuta-butanya, buta menjadi tuli, tuli menjadi bisu, bisu menjadi tuna dan tuna menjadi autis.
Menyalahkan diri sendiri (marah)

Sebenarnya keGalauan ini kumunculkan sendiri, sebenarnya rasa ini kumunculkan sendiri, sebenarnya kegelisahan ini kumunculkan sendiri. Semua berpusat pada pikiranku. Dan tidak ada orang yang tak pernah mengalami galau karena galau itu adalah sebagian sifat yang jelek, karena akan memunculkan rasa yang dilarang dalam agama, karena galau akan membuat iri, dendam, tidak tau diri dan sombong. Itulah sebenarnya aku tahu atas keberadaan galau dalam diriku tapi hanya sebatas teori untuk itu. (berjalan ketali gantungan) Dalam keadaanku galau itu adalah menu utama yang tak bisa hilang akan kujadikan candu seorang wanita itu dan wanita itu menjadikaku candu padanya yang akhirnya menjadi candu untuk sendiriku dan aku akan mencandukan galau lagi. Semoga ini tak berlaku untuk kalian.semoga saja...!

Memegang tali tiang gantungan memainkanya dan memotong  tali tiang tersebut dan memikul tiang dan memukulkan kepada kepalanya.
Lampu mati,
Monolog Selesai

Jember 16 agustus 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar